Sabtu, Oktober 25, 2008

SEPEDAAN KE IMOGIRI

Keinginan untuk mengajak teman sekantor untuk membuat mereka suka bersepeda sangatlah besar. Maka aku buat undangan untuk ikut sepedaan dengan rute ringan onroad tujuan Makam Imogiri sekitar 20km dari kota.
Sebelum hari H setelah aku email semua teman IAP Jogja ada beberapa yang respon undangan tersebut. Kebanyakan mereka mengeluh tidak punya sepeda. Tapi the show must go on. Apalagi ini sudah rute rutin bagi kami bertiga (aku, Yunianto, P.Rudy) di hari Minggu kalau lagi luang.
Dari rumah 05.10, jemput Pak Rudy dan sampai di Asrama Brimob jam 06.00, sudah siap Yunianto dan seorang kawannya. Kami menunggu 15 menit, eh mungkin masih ada yang mau datang ikutan. Ternyata harapan itu kosong dan mulailah berempat genjot. Diperjalanan ban sepeda Pak Rudy agak gembos dan mampir ke pompaan ban. Satu lagi teman bergabung dengan sepeda Unta hijau cerah, pickernya Yunianto. Jadilah ber-5.
Diperjalanan santai sambil ngobrol yang kebanyakan soal sepeda. Pak Rudy lagi ngebet mau upgrade sepeda. Dia sabtu kemarin barusan bersamaku ikutan acara Bike To Work dan terkompori melihat sepeda yang wow... . Jam 07.00 sudah sampai di Makam Imogiri dan seperti biasa kami tidak masuk ke makam tapi hanya di duduk-duduk di pelataran parkir sambil makan bubur atau pecel dengan wedang uwuh atau teh.
Selesai makan dan bicara sana sini di putuskan untuk pulang. Biasanya rute pulang ya sama dengan rute berangkat. Tapi aku penasaran dengan rute sebelah timur yang lewat pleret. Katanya memang menanjak di awal. Dan berenam (tambah satu lagi teman kebetulan rumahnya di selatan Ps.Ngipik) mulai genjot. Eh ternyata baru puluhan meter sang tanjakan 40 derajat ratusan meter sudah muncul menjulang tinggi. Weleh....... langsung oper gigi ringan dan up..up habis deh. Dipertengahan dengkul sudah gak kuat genjot karena telat oper gigi. Berhenti sejenak dan oper gigi paling ringan dengan tangan. Mulai genjot lagi dan sukses sampai atas. Tapi masih kalah sama sepeda balap biru Aji. Sepeda Unta hijau dan Pak Rudi TTB (tuntun bike). Suatu pelajaran terpetik hari ini, menanjak dengan perut kenyang sangat tidak nyaman. Aku langsung merasa sakit di perut di awal tanjakan (nasi pecelnya kebanyakan), bahkan sampai besok hari (senin) masih terasa. Pak Rudy yang cuma makan bubur pun merasakan hal serupa. Habis tanjakan terbitlah turunan. Kasihan sepeda hijau kembali di tuntun karena rem tidak memadai. Perjalanan selanjutnya lebih banyak tanjakan & turunan pendek. Sepeda hijau, Yuni dan temannya memisahkan diri terlebih dulu dan satu per satu menyusul untuk pulang, sampai aku sedirian melenggang. Rute ke rumah aku ambil rute biasa kalau ke kantor lewat persawahan dan pemukiman, tidak lewat jl wonosari yang membosankan.
Sampai di rumah belum ada jam 09.00 rupanya!
Kecewa berat karena nggak ada yang ikut.

Sabtu, Oktober 18, 2008

Mengiring Pengantin Bersepeda Tandem

sepeda Peristiwa langka yang sangat tidak mungkin untuk dilewatkan. Sepasang pengantin Mas Ari dan Mbak Vita berkehendak melakukan perjalanan dari Masjid tempat berlangsungnya ijab kobul ke rumah tempat resepsi dengan bersepeda tandem. Tidaklan heran karena keduanya adalah penggemar sepeda dan bergabung di B2W Chapter Jogja. Dan 40 rekan sekomunitas mengiringinya dengan Tshirt pink yang dipesan khusus untuk acara tsb.
18 oktober 2008 berangkat dari rumah pukul 05.00 pagi dan menuju rumah Pak Rudy untuk barengan ke Bunderan UGM sebagai meeting point rombongan pengiring manten. Telah menunggu sejumlah pesepeda lain di bunderan dan tepat jam 06.00 rombongan mulai bergerak ke Pakem, suatu tempat yang tidak mudah dituju bagi yang belum biasa dengan tanjakan terus menerus. Akupun ini baru kali ke 2. Maklumlah tempat ini merupakan jalur menuju Kaliurang, lereng gunung Merapi. Sampai di perempatan Kentungan ada beberapa teman lagi yang sudah siap menunggu dan berhenti sejenak, mungkin akan ada lagi yang datang. Ternyata tidak ada dan lanjut naik dan naik. Eh di perjalanan ada 3 teman lagi. Diperjalan baru ketahuan mana yang kuat dan yang belum terbiasa dengan tanjakan. Rombongan terpecah tapi para senior seperti biasa mengawal di paling belakang dan yang depan sesekali berhenti menunggu yang belakang. Akhirnya sampai juga di pakem dan belum ada yg terlihat TTB. Mampir dulu ke warung Ijo untuk minuman hangat dan gorengannya. Agak lama berhenti disini, mungkin ada 20 menit. Ternyata perjalanan ke rumah mempelai masih harus naik lagi, tapi kayaknya hanya 2 km tapi kemiringan tanjakan kali ini lebih dari yang di bawah. Dan di akhir tanjakan itulah rumah pengantinnya.
Parkir sepeda di palang bambu yang sudah di sediakan tuan rumah, istirahat sembari menunggu yang lain. Eh pak Rudy datang dengan TTB rupanya. Akupun kalo nggak ada teman pasti sudah putar balik atau TTB dari tadi. Mulailah persiapan untuk jadi pengiring manten. Ambil Tshirt pink, dan kemudian dipakai bersama baju batik untuk acara akad nikah di masjid. Perjalanan ke masjid hanya beberapa menit saja karena cuma dekat, 300 meter lah kira-kira. Sukses akad nikah baju batik dilepas dan yang terlihat Tshirt pink nya. Rupanya pengantin wanita agak kesulitan untuk naik sepeda tandem Polygon biru ini, akhirnya dengan agak cincing kain bisa duduk ke sadel dengan nyaman. Dan mulailah kami genjot ke rumah pengantin yang tadi. andaikan acara mengiring manten ini rutenya lebih jauh, akan lebih berkesan dan kampanye sepeda akan lebih mengena. Iya kan ini bisa untuk kampanye atau promosi kegiatan bersepeda.
Selesai sudah acara mengiring manten, foto-foto sejenak dan persiapan untuk pulang. Beberapa teman ada yang pulang lewat offroad dan ada pula yang onroad sesuai kondisi sepeda yang dibawa. Aku dan dan Pak Rudy mencoba ikut offroad. Jalannya kan turun jadi nggak akan seberat waktu ke krasak kemarin minggu. Blusukan ke sawah dan tepian sungai. Di perjalanan ternyata ban belakangku bocor setelah ber down hill ria di track berbatu. Untung ada yang bawa tools dan ban dalam cadangan. Thanks guys...Di bantu teman-teman akhir sepeda kembali siap melanjutkan perjalanan hingga masuk ke Ring Road Condong Catur. Di sini aku dan pak Rudi memisahkan diri dari rombongan, Pak Rudy pulang ke rumah dan aku ke kantor. Sampai kantor jam 12.40.dengan keringat bercucuran dan perut kelaparan.

Jumat, Oktober 17, 2008

1st Nite Ride : Krasak Fun XC

Jam 12.30 di siang hari yang sangat panas 12 oktober 2008 mulailah aku keluar genjot WimCycle dari rumah nyamanku menuju meeting point di terminal Jombor, sekitar 20 km dari rumah. Sangat bersemangat karena ini akan menjadi perjalanan Nite Ride ku yang pertama, bersama anak B2W Jogja. Janjiannya sih 14.00 tapi karena cuaca begitu panas aku berangkat agak awal agar ada waktu untuk beristirahat di perjalanan dan juga di meeting point. Panasnya sangat terasa saat berhenti di traffic light, terutama di wajah, apalagi lupa pakai sun screen lotion, terasa terbakar. Sampai di Monjali aku beristirahat sejenak di halte transjogja dan kembali lanjut ke tujuan yang hanya kurang beberapa kilometer lagi.
Sampai di Jombor ternyata masih sepi dan sambil menunggu masuk ke minimarket untuk beli minuman & vit C. Tak berapa mas Yuli datang dengan Kona putihnya. Dan kemudian mas Indy yang masuk langsung masuk ke warung burjo. Kami berdua pun mengikutinya sekaligus pesan es jeruk, habis 2 gelas. sekalian numpang shalat ashar di warung tsb. Tiga rekan datang kemudian, mas Hendra penunjuk jalan, Miqdad, dan Bagus.
Jam 15.10 kami mulai berangkat ke sungai krasak. Jalan aspal kami lalui sambil beberapa kali ambil jalur off road ke arah barat, lewat jembatan bambu, keluar masuk perkampungan, halaman rumah orang sambil berkali-kali permisi, pak,.. permisi, bu, ..mbah.... Lewat kono wae mas dalane penak, .. dalan buntu mas, ojo liwat kono... Iki mau do seko ngendi?...kok iso do liwat kene?....dan lain-lain komentar penduduk setempat yang kami lewati. Yang dibilangi hanya senyum-senyum dan terus berlalu. Begitu ada jalan agak panjang dan sepi langsung sprint. Lha aku yang belum pernah beginian agak canggung sampai tersundul ban depan sepeda mas Indy. Yang lain bisa loncat2, aku berusaha tetap nempel di tanah. Aku harus tahu diri bahwa sepedaku nggak mampu untuk begituan. Dari pada nggak bertahan sampai selesai mending menahan diri. Diarah timur mulai terlihat awan hitam dan beberapa mobil yang menyalip terlihat basah. Hujan yang ditunggu segera tiba, itu harapannya. Beberapa saat kemudian pas setelah sepeda nyebur menyeberang selokan hujan pun tiba. Kepala pun aku tambahi topi selain helm, agar percikan air agak tertahan dan mengurangi air di kacamata minusku. Tapi kok hujannya cuma sebentar. Huh.... Genjot lagi dan lagi sampailah kita ke sebuah dam sungai krasak. Sungai Progo pun sebenarnya nggak jauh lagi. Gotong bike untuk turun ke dam. Istirahat sejenak dan foto2.
Untuk turun ke sungai harus 5 kali gotong sepeda melalui tangga naik dan turun yang nggak tinggi sih, tapi hampir tegak lurus. Sepatu dan rodapun tercelup air aliran sungai yang dangkal, hanya bebatuan yang terlindas. Grubrak...! Mas Indy yang paling depan jatuh dengan roll depan, seperti gaya stopie yang kebablasan, roda depannya terjebak bekas galian pasir sedalam 40an cm. Untung sepeda dan badannya gak apa-apa.
Keluar dari sungai kita pun ke track tanah berbatu yang malah dijadikan ajang sprint ria karena panjaang banget dan tiba-tiba ada dua anak sapi yang lari nggak karuan di depanku, mungkin kaget terlewati Mas Hendra yang berada di paling depan sehingga saya yang dibelakangnya kena kagetnya si sapi. Hampir saja... bapak yang punya sapi pun sampai limbung terjatuh bersama sepedanya karena juga panik sapinya lari kesana kemari. Maaf ya pak. Hari sudah gelap lampu sudah dinyalakan, adzan maghrib sudah dari tadi dan diperkampungan kami cari masjid, setelah ketemu dan melihat keadaan baju penuh noda tanah, sholat pun batal karena ragu apa pakaian kita suci. Sepakat untuk di jamak saja di rumah masih-masing. Belum lama beranjak dari masjid hujan deras mengguyur, dan konsentrasi sekarang ada di perut yang kelaparan, tanya tanya di mana ada angkringan nggak ketemu juga, akhirnya masuk warung sate di daerah Balangan, Minggir. Hujan pun reda.
Mulai genjot lagi diringi hujan deras,, hanya beberapa puluh meter menikmati aspal, kembali belok ke offroad, saat berada di tengah sawah adalah saat yang paling mengerikan, gelap, hujan dan petir menyambar tiada henti. Bagaimana jika satu saja mampir ke kita? Menelusuri dekat tepian Progo ke selatan. Tapi kemudian semakin jauh ke timur menjauhi sungai progo. Semua genjot sambil membisu. Eh malah lewat pematang sawah berselokan yang nggak mungkin dilewati sambil naik sepeda. Jadi sepeda lewat selokan dan kita di pematang sebelahnya sambil sekali sekali ngotong sepeda. Wuih.. Mas Miqdad tertinggal karena air mengganggu kacamatanya. Dan sempat pula salah satu lampu peserta rusak, tapi dapat diatasi. Dan ketemu jalan aspal lagi, tapi kok jalan yang dilewati pas makan sate tadi. Walah...
Akhirnya jalan ke selatan offroad. Berkali-kali ketermu jalan buntu sampai mau masuk kuburan juga. Lewatlah lagi nyebrang sungai yang kali ini cukup dalam karena nggak juga menemukan jembatan, padahal setelah nggak jauh jalan terlihat ada jembatan aspal. Nggak apa deh.. asyiknya makin bertambah. Setelah ini kita hanya muter-muter di persawahan untuk menghabiskan waktu dan tenaga yang tersisa. Dan akhirnya sampai di jl Godean akhir perjalanan offroad. Istirahat beberapa waktu, Mas Hendra sempat kram kaki. Jam menunjukkan pukul 21.30 wib. Sudah larut dan rumahku mungkin 25-30 km dari sini. SMS istri agar nggak cemas dan perjalanan pulang dimulai. Lampu ke mode flasing dan melaju kecapatan sedang. Setelah sampai di Galeria aku melaju sendirian karena rumahku paling jauh. Disini tanpa teman baru terasa capek dan sepeda nggak enak bawaannya. Rem depan nggak pakem, rem belakang bunyi nggak karuan dan BB & hub belakang juga dirasa nggak lancar muternya.
100 km sudah perjalananku hari ini. Sampai di rumah jam 22. 50 wib ternyata istri masih setia menunggu, belum tidur. Langsung mandi, makan lagi, minum susu 2 gelas, shalat magrib & isya' dan tidur.

Selasa, Oktober 07, 2008

Lampu Sepeda


Sekarang ini kalau hari mulai sore dan masih bersepeda, aku pakai lampu Cateye HL-EL135 untuk depan, sementara belakang belum ada lampu, hanya pakai skotlet & mata kucing. Baterynya awet bukan main tapi kurang terang, maklum cuman 3 LED 2 batery AA. Bisa kedip-kedip dan nyala konstan. Yang penting aman, kelihatan pengendara lain di jalan.

Sebelumnya pakai lampu halogen merk nggak jelas. Baterynya boros bukan main. Dipakai full 1 jam saja sudah redup, padahal 4 batery. Capek recharge-nya. Maunya... nanti di modif, bolam halogennya di ganti LED, 4 atau 6 biji sekalian. Hasilnya gimana ya?

Senin, Oktober 06, 2008

Liburan Lebaran

Hari H-1. Masih harus masuk kantor sampai 12.00 wib. Tapi suasana kantor sudah tidak kondusif lagi untuk kerja. semua gelisah dan malas untuk kerja, jadi cuma duduk ngobrol, jalan2 atau main game/internet-an. Maklum yang kantor lainnya sudah pada libur sementara kami masih ngantor.

Malam Takbiran di dusun seperti biasa ada lomba Takbir se Kelurahan. Masing-masing TPA dari masing -masing masjid dusun bertakbir menuju ke balai desa sambil bertakbir sepanjang jalan. Anak Laki-laki saya nggak pernah ketinggalan untuk acara ini. Kalao nggak bisa ikut bisa-bisa nggak tenang seharian. Berangkat sehabis Isya' dan berakhir 22.30 wib. Wah mesti segera tidur agar bisa bangun pagi mempersiapkan sholat Ied besok pagi.Pagi 03.30 bangun persiapan segalanya.

Hari 1. Begitu adzan langsung shalat Subuh, kemudian sarapan pagi. Tikar untuk ke lapangan kembali di cari, maklum.. cuma terpakai 2 kali setahun. Dan dari 3 penghuni rumah saya mandi paling terakhir, hii..masih dingin. Sebelum pukul 06.00 berangkat ke lapangan dan dapat shaf ke 2. Pengumuman dari panitia bahwa jumlah makmum ada 4ribuan dan infaq mencapai 10jutaan. Semoga sampai kepada yang berhak. Sampai di rumah langsung cabut untuk berkunjung ke rumah mertua & orang tua yg masih satu kota Jogja. Jam 10.00 lanjut perjalanan ke kerabat yang lain. Waktu ke Kampung Pajeksan, ternyata rumah saudara saya saya berhadapan dengan workshop Bike To Work. Tapi karena terlihat sepi/tutup jadi nggak mampir.

Hari 2. Jam 06.00 naik Gunung Kidul tempat kakek & nenek dari Ibu. Beberapa saat kemudian berdatangan yg lain sehingga ramai. Malamnya akan ada gelaran Uyon-Uyon dari desa setempat di rumah itu. Hasilnya begadang sampai jam 01.00 dini hari.

Hari 3. Satu persatu saudara pulang dari rumah kakek dan anakku kalao masih ada temannya disitu, nggak mau pulang. Baru setelah temannya yang terakhirpun pulang baru kami turun gunung. Jam 11.00 sampai rumah dan istirahat. Persiapan untuk shalat Jumat.

Hari 4. Hampir totally istirahat. Cuma sore sempat sepedaan sama anak ke mertua -+ 6 km. Lewat jalan persawahan biar lebih aman.

Hari 5. Pagi sepedaan sama anak lagi ke NewNgepen/domes, wilayah Piyungan, Bantul. Malah anakku yang tahu jalan ke sana. Tempat ini ada rumah mirip dome/kubah putih, seperti rumah eskimo. Orang sering menyebutnya rumah teletubies. Rumah ini adalah rumah bantuan asing untuk korban gempa mei 2006 silam. Bagus dan rapi. Layaknya komplek perumahan saja, ada TK juga lho (gambar dari The China Post).